Masyarakat Sunda Buhun sangat memperhatikan kualitas tanah dalam pemilihan lahan untuk lokasi bangunan rumah, perkampungan baru. Pemilihan lahan selalu mempertimbangkan letaknya, kemiringannya, bekas apa pada masa lalunya, warna dan aroma tanah, serta bentuk alamiah lahan tersebut. Semua akan berpengaruh kepada para penghuninya.
Penjelasan kualitas dan klasifikasi lahan tersebut diterangkan dalam naskah kuno Sanghyang Siksakandang Karesian. Ada 19 jenis tanah yang mempunyai pengaruh buruk dan dapat mendatangkan bahaya atau bencana pada penghuninya. Lahan yang dianggap "sampah bumi" atau mala ning lemah adalah: Tanah sodong, sarongge, cadas gantung, mungkal pategang, lebak, rancak, kebakan badak, catang nunggang, catang nonggeng, garunggungan, garenggengan, lemah sahar, dangdang wariyan, hunyur, lemah laki, pitunahan celeng, kolomberan, jariyan, dan sema. Sedangkan lahan yang bersifat baik, mendatangkan kesejahteraan kepada penghuninya, dapat dipilih dari 6 jenis lahan berikut: galudra ngupuk, pancuran emas, satria lalaku, kancah nangkub, gajah palisungan, dan bulan purnama.
Untuk jelasnya pengertian tentang lahan tersebut berikut rinciannya:
1. Sodong:
1. Sodong:
Ceruk pada tebing, biasanya terbentuk pada aliran sungai yang berbelok sehingga sisi luarnya tergerus dan menjadi lubuk (Sunda: leuwi) tempat persembunyian ikan (Coolsma). Dapat diartikan sebagai ceruk atau goa dangkal yang umumnya pada tebing.
2. Sarongge:
2. Sarongge:
Tempat angker yang dihuni roh jahat, tempat-tempat dipercaya menjadi "pangkalan" setan, jurig, dan ririwa.
3. Cadas Gantung:
3. Cadas Gantung:
Padas bergantung, sehingga di bawahnya terbentuk naungan (shelter) alami.
4. Mungkal Pategang :
4. Mungkal Pategang :
bungkah berkelompok tiga, mungkin sebidang lahan yang dikelilingi oleh bongkahan karang atau gundukan batuan di sekelilingnya.
5. Lebak :
5. Lebak :
Lurah atau ngarai, yakni permukaan lantai jurang, terlindung dari pandangan dan sinar matahari.
6. Rancak :
6. Rancak :
batu besar bercelah atau lahan-lahan yang dikurung oleh batu-batu besar sehingga sulit dihampiri.
7. Kebakan Badak:
7. Kebakan Badak:
kubangan atau kolam yang dipergunakan untuk berkubang oleh badak.
8. Catang Nunggang :
8. Catang Nunggang :
Batang kayu roboh dengan bangkot sebelah bawah. Merupakan lahan yang ditengahnya dipisahkan oleh satu selokan/ ngarai, namun dihubungkan oleh suatu jembatan alami berupa cadas atau karang.
9. Catang Nonggeng :
9. Catang Nonggeng :
Batang kayu roboh dengan bangkot di atas. Yakni, sebidang lahan yang lokasinya terletak pada lereng yang curam.
10. Garunggungan :
10. Garunggungan :
Tanah membukit kecil.
11. Garenggengan :
tanah kering permukaannya, namun di bawahnya berlumpur.
12. Lemag Sahar :
12. Lemag Sahar :
tanah panas, sangar, tempat bekas terjadinya pembunuhan, atau pertumpahan darah.
13. Dangdang Wariyan :
13. Dangdang Wariyan :
dangdang berair, kobakan. Yakni, lahan yang legok di tengah dan kedap air sehingga menggenang.
14. Hunyur :
14. Hunyur :
sarang semut atau sarang rayap, yang berupa bukit kecil atau gundukan tanah, lebih kecil dari gunung (Sunda: incuna gunung. Gunung, pasir, hunyur).
15. Lemah Laki :
15. Lemah Laki :
tanah tandus, atau tanah berbentuk dinding curam.
16. Pitunahan Celeng :
16. Pitunahan Celeng :
tempat berkeliaran babi.
17. Kolomberan :
17. Kolomberan :
kecomberan, atau genangan air yang mandeg.
18. Jarian :
18. Jarian :
tempat pembuangan sampah.
19. Sema : kuburan.
19. Sema : kuburan.
Sebaliknya, lahan yang bersifat baik dan sesuai untuk lokasi pemikiman penduduk, dapat dipilih di antara enam jenis lahan, yang perinciannya adalah:
1. Galudra ngupuk :
lahan yang mendatangkan kekayaan duniawi.
2. Pancuran emas :
2. Pancuran emas :
lahan yang miring ke selatan dan barat. Mendirikan bangunan pada lokasi ini pemilik rumah akan kaya raya dan banyak istrinya.
3. Satria lalaku :
3. Satria lalaku :
lahan yang miring ke selatan dan timur. Penghuni lokasi ini hidup prihatin namun tidak kekurangan harta benda, serta penuh kehormatan.
4. Kancah nangkub :
4. Kancah nangkub :
lokasi di puncak perbukitan atau gundukan tanah dan dikelilingi pegunungan. penduduk atau penghuni lokasi ini sehat sejahtera.
5. Gajah palisungan :
5. Gajah palisungan :
lahan datar di atas gundukan tanah miring ke arah timur dan barat. Pemilik lokasi pada lahan seperti ini alamat bakal mendatangkan kekayaan duniawiah nan tumpah ruah.
6. Bulan purnama :
6. Bulan purnama :
desa atau perkampungan yang mengambil lokasi pada lahan yang dialiri sungai dekat mata air (di arah utara). Sedangkan arah bangunan dan arah rumah lokasinya berderet di arah barat dan timur.
Adapun tipe lahan yang buruk lokasinya dan tidak layak untuk tempat mendirikan rumah atau kampung adalah:
1. Gelagah katunan :
dataran rendah yang dikelilingi oleh lahan yang lebih tinggi.
2. Cagak gunting :
2. Cagak gunting :
yakni lahan "segi tiga" yang diapit oleh dua jalur jalan atau dua alur sungai.
3. Jalan ngolecer :
3. Jalan ngolecer :
Lebih dikenal dengan "nyunduk sate", yakni lahan atau bangunan persis ditotok atau jadi tumpuan jalur jalan raya.
Beberapa jenis klasifikasi tanah/ lahan, yang baik maupun yang buruk, semua ditentukan oleh para karuhun Sunda jaman dahulu secara empiris, berdasarkan pengalaman hidup secara nyata. Namun bila ditelaah secara ilmiah, klasifikasi jenis lahan yang baik dan yang buruk menurut kepercayaan masyarakat Sunda kuno ini, tidak banyak berbeda dengan teori "Site Planning" modern.
Sebagai peraturan yang berlaku di masyarakat, maka ketentuan tentang mala ning lemah tadi tak boleh dilanggar, bahkan pengetahuan itu dapat dimanfaatkan bagi kesejahteraan masyarakat. Hal ini diungkapkan dalam pesan yang tercantun pada Naskah Sanghyang Siksakandang Karesian sebagai berikut:
Eta kehna kanyahokeun, dituhuna diyogyana, aya ma nu majar mo nyaho, eta nu mo satya di guna di maneh, mo teuing dicarek dewata arang. Tan awuring inanti dening kawah, lamun guna mo dipiguna, lamun twah mo dipitwah, sehingga ning guna kreta, kena itu tangtu hyang tangtu dewata.
"Itu semua patut diketahui, tepatnya dan perlunya. Bila ada yang mengatakan tidak perlu tahu, itulah yang tidak akan setia kepada keahlian dirinya, mengabaikan ajaran leluhur kita, pasti ditunggu oleh neraka; bila keahlian tidah dimanfaatkan, bila kewajiban tidak dipenuhi untuk mencapai kebajikan dan kesejahteraan, karena semua itu ketentuan dari Hyang dan Dewata”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar