Nama nyi pohaci itu adalah sebuah nama yang diberikan masyarakat sunda terhadap tumbuhan padi atau makanan yang bahan dasarnya berasal dari padi atau beras. Nama tersebut murni berasal dari jati diri budaya sunda yang selaras dengan alam.
Kisah Nyi Pohaci Putri Raja Sunda
Dari sisi sejarah, bahwa Nyi Pohaci atau Ni Pwahaci bukan sebagai sosok puteri yang istimewa dalam sisi sejarah.
Nyi Pohaci hanya sosok puteri Raja Sunda yang bernama Aki Tirem (dunia mengenalnya Thyreum) yang kemudian diberikan sebagai hadiah atas keberhasilan sosok seorang Pendeta Hindu yang bernama Bharat Chandra Nara Simha Dewawarman karena telah berhasil menumpas perampok di sekitar Kerajaan Salakanagrara yang berpusat di Pandeglang.
Atas peristiwa itu pula berabad kemudian muncul fakta cerita rakyat bahwa Ni Pwahaci ini sebagai dewi padi (pare) yang menjadi mitologi ditengah-tengah rakyat.
Saat ini di tengah-tengah masyarakat sunda yang menyempit dalam demografi Jawa Barat dan beragama Islam, baiknya perlu rekonstruksi baru dalam bentuk cerita rakyat. Yaitu cerita yang keluar dari nilai kolaborasi Kapitayan dan Hindu tetapi masuk dalam cerita agama Islam.
Nay Pohaci tidak dilahirkan oleh siapa pun tetapi diceritakan berasal dari sebutir telur yang semula dari tetesan air mata Dewa Naga Anta (dunia bawah). Diawali Dewa Guru (dunia atas) yang hendak membangun istana maka para dewa turut membantu membangun diantaranya – Bale Mariuk dan – Gedong Sasaka Domas.
Akan tetapi Naga Anta tidak ikut membantu karena organ tangan yang berfungsi untuk bekerja tidak dimilikinya, Naga Anta ditegur keras oleh Batara Narada, wakil Dewa Guru. Betapa pilu Sang Naga Anta hingga tak kuasa menahan tangis karena sesungguhnya bukan tidak hendak turut meembantu melainkan keterbatasan kodrati atas organ tubunya yang tidak mampu.
Naga Anta meneteskan tiga bulir air mata dan serta merta berubah menjadi tiga butir telur. Tiga telur itu hendak dipersembahkannya kepada Dewa Guru. Di tengah perjalanan Naga Anta ditegur Sang Elang, namun Naga Anta tiada menjawab sepatah kata pun karena mulutnya tengah membawa telur (karena ia tak punya tangan). Sang Elang berang dan seketika menyambar Naga Anta sehingga dua butir telur yang tengah digenggam mulut Naga Anta jatuh di bumi lalu menjelma menjadi Kakabuat dan Budug Basu (semacam babi hutan).
Akibatnya Naga Anta hanya dapat mempersembahkan sebutit telur saja ke hadapan Dewa Guru, dan oleh Dewa Guru Naga Anta diminta untuk mengerami telur tersebut. Tak lama kemudian telur itu menetas dan keluar seorang ‘BAYI PEREMPUAN’ demikian elok parasnya dan gemulai, lalu dinamainya NAY POHACI, Sang Bayi langsung disusui oleh Dewi Uma (istri Dewa Guru) dan diasuhnya penuh kasih sayang layaknya seorang ibu kepada putri kandungnya. Waktu berjalan dan tiada terasa NAY POHACI mangkat remaja dan wajahnya kian elok tiada banding sehingga Dewa Guru jatuh cinta dan berniat memperistrinya.
Niatan ‘Ayahanda-angkatnya’ itu justru mengakibatkan Nay Pohaci jatuh sakit dan tak lama berselang ia pun meninggal dunia. Dewa Guru memerintahkan waruga Nay Pohaci dikubur di dunia tengah (tempat tinggal manusia)… ‘ajaib’ dari kubur Nay Pohaci tumbuh berbagai tanaman yang kemudian diketahui dan terbukti sangat berguna bagi kehidupan manusia.
Dari organ Kepala tumbuh pohon kelapa.
Dari organ Mata kanan tumbuh padi (putih).
Dari organ Mata kiri tumbuh padi merah.
Dari organ Hati tumbuh padi ketan.
Dari organ Paha kanan tumbuh Awi (bambu) aur.
Dari organ Paha kiri tumbuh Awi (bambu) tali.
Dari organ Betis tumbuh pohon Aren (enau).
Dari organ Ususnya tumbuh akar tunjang.
Dari organ Rambut tumbuh rumputan. dll …
Segenap ORGAN TUBUH NAY POHACI tidak ada yang dikecualikan — tumbuh berbagai tanaman yang sarat dengan kehidupan manusia di dunia atau dengan kata lain ‘APA YANG KITA MAKAN SEKARANG SEUTUHNYA BERASAL DARI TUBUH NAY POHACI’
Namun apa yang terjadi ? Semua tanaman itu dirusak Kalabuat dan Budug Basu tetapi kemudian Sanghiyang Maha Wenang menciptakan Jaka Sadana (Sulanjana), Sri Sdana, dan Rambut Sadana (juga disebut Talimenar dan Talimenir) yang juga lahir dari tetes air mata Sang Naga Anta tadi dan sejak itu Dewa Guru menitahkan tiga bersaudara itu memelihara segala tanaman yang dibutuhkan manusia (di sini bekait langsung kepada masyarakat Sunda – pantun Sulanjana). Dewa Guru juga menitahkan Batara Semar dan membiakkan tanaman-tanaman tersebut khusus di wilayah Kerajaan Pajajaran (baca: TATAR SUNDA).
Jelas Nay Pohaci merupakan sumber hidup masyarakat Pajajaran, itu sebabnya masyarakat Tatar Sunda menghormati Nay Pohaci yang tiada lain adalah simbol DEWI BUMI -MOTHER GODDES- MOTHER EARTH khususnya bagi masyarakat yang memangku pokok kehidupan sebagai masyarakat AGRARIS.
Bagi masyarakat di era modern sekarang mungkin tidak terfikirkan bahwa 3 butir telur adalah SIMBOL TRI TANGTU= tiga dunia = tiag pola tingkat kehidupan yang dialami manusia sejak LAHIR – HIDUP -MATI sebagai kesadaran yang memaknai realitas faktual ruang – waktu dan bentuk KEBUDAYAAN SUNDA.
Konsep Pola hubungan tiga juga tercermin dalam pengaturan tatanan hunian, tatanan umah dan interiornya, termasuk tatanan ekosistem dan ekologinya (leuweung- lembur -laut), pola tenunnya (tri warna), pola peralatan sehari-hari dan masih banyak lagi tak terrhitung. Yang pada hakekatnya merupakan dasar kosmik holistik : langit (dunia atas), bumi (dunia bawah) dan dunia manusia (dunia tengah) membentuk kesatuan tiga. Jikalau diterjemahkan ke dunia modern akan membentuk pola segitiga sama kaki: bagian puncak segitiga = dunia atas atau langit; dasar segitiga = dunia bawah (bumi) dan dunia tengah (manusia di atas bumi).
KANEKES lah yang nyatanya masih memegang pola tiga kosmik ini:
– Lembur Cikeusik adalah dunia atas (langit, di puncak segi tiga)
– Lembur Cikartawana (dunia tengah) dan
– lembur Cibeo (dunia bawah)
Demikian IMAH SUNDA BUHUN dibangun dengan landasan dasar pola ini:
– Atap (dunia atas, biasanya arah atap ke hulu dan hilir atau arah atas dan arah bawah),
– tempat tinggal keluarga (dunia tengah) dan
– kolong rumah (dunia bawah).
Maka MITOLOGI NAY POHACI bukan sekedar ‘MITOS GOMBAL’ melainkan interferensi internal LULUHUR yang direpresentasikan ke dalam pengalaman EMPIRIS yang benar2 ‘A POSTERIORI’ guna menyikapi disertai RASA HORMAT yang SETINGI2NYA terhadap LINGKUNGAN KEHIDUPAN BUDAY diman MANUSIA TELAH DITAKDIRKAN berada di dalamnya di dalam PELUKAN NAY POHACI ‘IBUNDA KANDUNG’ URANG SUNDA!
Bahwa Nay Pohaci yang semula menghuni DUNIA ATAS lalu TURUN KE DUNIA TENGAH setelah melalui DUNIA BAWAH – dahulu adalah daur KEHIDUPAN MANUSIA SE UTUHNYA juga pola TIGA yang SOLID senantiasa terjadi di dalam segala aspek kehidupan manusia.
Nay Pohaci yang “lahir” dari sebutir telur dengan dua butir telur lainnya (bersaudara) adalah implikasi dari DERITA SANG NAGA ANTA . Dari tiga telur akibat penderitaan Naga Anta itu (menangis) hanya satu telur yang sampai di dunia atas (Dewa Guru) dan Nay Pohaci merupakan satu- satunya telur yang menjadi “manusia” di dunia atas, sedang dua telur yang lain ada di dasar segi tiga itu.
Nay Pohaci yang dibesarkan di dunia atas ini dan meninggal juga di dunia atas, kematiannya tiada sia2 melainkan karena dicintai “pembesar” atau “penguasa” dunia atas, Dewa Guru, sehingga ia dikirim ke dunia tengah dan menganugrahkan kasih sayang melalui berbagai jenis tanaman yang berguna bagi manusia. Maka pula tanaman adalah wujud emanasi mahkluk dunia atas, karenanya bersifat sakral. Oleh karena itu tidak hanya bagi MASYARAKAT TATAR SUNDA saja, tetapi pada ETNIS2 LAIN DI MUKA BUMI dalam KOMUNITAS ADAT ada himbauan untuk tidak memperlakukan segala tanaman dengan se-mena2 melainkan disertai rasa hormat sangat dalam dikala hendak menetik dan dimanfaatkan sebagai makanan.
Bahwa Nay Pohaci dimusuhi dua saudara kandungnya (Kalabuat dan budug Basu : Bandingkan ya dengan CARITA PARAHIYANGAN..)
yang dimaksud adalah HAMA dan pada tataran sama sebenarnya merupakan pasangan antagonis. Karena di dalam setiap aspek kehidupan selalu saja ada unsur-unsur antagonis yang berpasangan (LAKI-BINI; SUMAI ISTRI; HUJAN-KEMARAU; TERANG-GELAP.. dlll sebagainya … tambahkan sendiri) demikian kiranya pasangan kehidupan dan kematian juga ada tanaman dan ada hama perusak. Unsur Antagonis yang senantiasa ada dalam kenyataan lingkaran kehidupan manusia secara berbalikan dan berperan dialektis yang harus disadari dan diterima dalam kehidupan manusia. Layaknya beerkah dan malapetaka juga dari sumber yang sama.
Bagi URANG SUNDA ada keyakinan bahwa dikala saat demikian terjadi maka SANGHIYANG MAHA WENANG AKAN menganugrahi solusi alias pemecahanNya, dengan mengirimkan tiga pasangan pemusnah hama: masing-masing disebut Jaka Sadana, Sri Sadana dan Rambut Sadana, atau Sulanjana, Talimenar dan Talimenir atau KALABUAT dan BUDUG BASU.
Kiranya Mitologi SUNDA – NAY POHACI SANGHIYANG RARANG mengisyaratkan ajaran bahwa semua tanaman yang memberi manfaat hidup kepada manusia berasal dari dunia atas; ancaman hama dan kerusakan dari dunia tengah; dan bahwa manusia tidaklah sempurna meski telah dihadirkan “sempurna” dari dunia atas.
Kesempurnaan atau kebaikan sebenarnya lebih bersifat rohani-adikodrati. Pola tiga ini distruktur dengan jalan “harmoni” Bawah-Atas terlebih dahulu. Nay Pohaci dari tetes air mata Naga Anta bermakna rohani- adikodrati dunia bawah- dari dunia bawah (bumi) dibawa ke dunia atas (langit), baru diturunkan ke dunia tengah manusia. Mengingatkan struktur hubungan bawah – atas – tengah dalam berbagai mitologi Sunda lainnya seperti Wawacan Guru Gantangan.
Nay Pohaci adalah harmonisasi dunia bawah dan dunia atas yang lebih ditekankan kepada segi sakralitas, dalam artian kesempurnaan dan kebaikannya. Konsep pemikiran atas – bawah – tengah merupakan simbol bersatunya unsur bumi dan langit atau tanah dan air hujan khusus nya di dalam kehidupan masyarakat peladang (paling signifikan adalah Sunda – KANEKES; juga DAYAK – Borneo) yang dapat menyumbuhkan dan menyuburkan segala jenis tanaman dibutuhkan masyarakat Sunda. Apa yang dapat dipahami adalah bahwa dunia tengah (manusia) berlaku hukum kausalitas (segala tumbuhan subur jikalau air hujan bertemu/menyirami tanah); rusaknya tanaman juga karena hukum kausalitas (dihajar hama sampai hadas!… heuheuheu..).
Namun agaknya peristiwa tiga butir telur dari bulir air mata di dunia bawah tidak berlaku hukum kausalitas melainkain hukum spontanitas! Hukum Spontanitas yang brlaku atas peristiwa bagaimana bulir air mata menjadi tiga butir telur; tiga butir telur ‘UJUG2’ jadi tiga mahluk hidup (Kalabuat, Budugbasu, dan Nay Pohaci? ); juga bagaimana hukum kausalitas dunia manusia, jikalau tubuh Nay Pohaci melahirkan berbagai jenis tumbuhan? Semuanya atas dasar hukum spontanitas (jika SANGHIYANG MAHA WENANG MENGHENDAKINYA – maka semuanya TERJADI SEKETIKA)- beyond compare – beyond the world ! Suatu isyarat kepada manusia bahwa alam rohani bekerja bukan berdasarkan hukum sebab- akibat manusia (Manusia lahir akibat hubungan seksual lelaki dan perempuan, tetapi Nay Pohaci bukan hasil kerja seksual siapa pun. Nyi Pohaci itu berasal dari setetes air mata Dewa Anta, jadi seksual atau nonseksual) tetapi dalam tataran SAKRAL atau KERAMAT dan yang membawa BERKAH bagi manusia.
Maka Mitos Nay Pohaci adalah hasil renungan pemikiran manusia Sunda (KARUHUN) mengebai asal-usul kehidupan di bumi dengan berbagai aspeknya (adanya berbagai jenis padi; bambu dan jenis tanaman merambat, juga Aren – kelapa dll. dsb) Semuanya diperlukan manusia (khususnya lingkungan alam URANG SUNDA) setiap hari dalam memenuhi kepentingan kelangsungan hidupnya.
– Padi untuk makanan pokok.
– Tanaman merambat untuk makanan tambahan.
– Rumput untuk ternak.
-- Bambu untuk rumah.
– Pohon Aren diperoleh ijuk untuk atap rumah juga peralatan mengolah sehari-hari (tuak untuk upacara religi) dll
Mitoslah yang mengajarkan bahwa semua itu bukan ciptaan manusia melainan hadir eksistensial berkat hukum spontanitas dunia rohani tadi. Tentu saja pola pikir yang demikian itu bukan monopoli manusia Sunda (semua mitologi manusia berpola sama – universal- bagaimana alam lingkungan yang tersedia bagi manusia Sunda ditanggapi dengan realitas kesadaran budayanya). Sebagaimana URANG SUNDA menangggapi lingkungannya melalui kehidupan berladang (HUMA). HUMA inilah yang menjadi pilihan yang pada gilirannya dipahami hingga ke intinya yang terdalam. Bahwa PADI adalah makanan POKOK dan lingkungan TATAR SUNDA memicunya untuk ditanama di LADANG (HUMA). Lalu, HUMA bergantung kepada hujan yang turun dari LANGIT, implikasinya adalah langit – dan bumi terjadi KAUSALITAS DIALEKTIS dalam kehidupan manusia: HUMA (LADANG= TANAH/ BUMI ) = NAY POHACI —>>>> AZAS PEREMPUAN sebagai sumber KESUBURAN dan HUJAN (LANGIT= laki2) turut menyuburkannya!
Selaras AJARAN SUNDA WIWITAN bahwa perjalanan hidup manusia tidak terpisah dari wadah tiga buana, yaitu (1) Buana Nyungcung sama dengan Buana Luhur atau Ambu Luhur; tempat bersemayam Sang Hyang Keresa di tempat paling atas; (2) Buana Panca Tengah atau Ambu Tengah yang dalam dunia pewayangan sering disebut Mayapada atau Arcapada tempat hidup manusia dan mahluk lainnya; dan (3) Buana Larang sama dengan Buana Handap atau Ambu handap yaitu tempatnya neraka. Manusia yang hidup di Buana Panca Tengah suatu saat akan menemui Buana Akhir yaitu Buana Larang, sedangkan proses kelahirannya ditentukan di Buana Luhur. Antara Buana Nyungcung dan Buana Panca Tengah terdapat 18 lapisan alam yang tersusun dari atas ke bawah, lapisan teratas disebut Bumi Suci Alam Padang atau Kahyangan tempat Sunan Ambu dan para pohaci bersemayam.
Itu sebabnya PEMBERI HIDUP MANUSIA adalah INDUNG (IBU) dan LAKI2 melengkapinya, maka KEHIDUPAN ini TUMBUH BERKEMBANG dalam relativitas alami.
Referensi
Ahmasamantho.wordpres
Rmoljsbar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar